Kisah Lengkap Tentang Bani Israil



Mereka Yang Mati Kemudian Hidup Kembali: Bani Israil meminta diperlihatkan Allah

Di dalam Alquran, di surat Al-Baqarah, terdapat lima peristiwa yang luar biasa. Peristiwa yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ adalah penguasa alam semesta. Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Dialah Maha Mampu dan Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah satu-satunya yang layak untuk disembah.

Peristiwa itu adalah kembalinya ruh makhluk hidup yang telah mati. Di akhirat? Bukan, Hal ini terjadi di dunia. Dan terjadi pada umat terdahulu. Agar orang-orang setelahnya dapat mengambil pelajaran. Tentu selayaknya hal itu kita lakukan, karena Allah ﷻ telah membekali kita akal.

Peristiwa pertama adalah kejadian tentang lancangnya Bani Israil dari kaum Nabi Musa. Mereka meminta agar diperlihatkan Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ. ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).

Awal Cerita

Kisah ini bermula tatkala Nabi Musa ‘alaihissalam dipanggil Allah ﷻ untuk menerima wahyu. Sebelum menuju Rabbnya, Musa menitipkan bani Israil kepada saudaranya, Harun ‘alaihissalam. Agar Harun mengawasi, mendidik, dan membimbing mereka. Dan jangan membiarkan mereka berpaling kepada kekufuran. Apalagi gelagat penyimpangan sudah tampak ketika baru saja mereka selamat dari lautan dan menyaksikan Firaun dibinasakan. Bani Israil berkata,

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS:Al-A’raf | Ayat: 138).

Benar saja, bani Israil mewujudkan kekhawatiran Musa. Nikmat besar dari Allah ﷻ diselamatkan dari Firaun terlupa begitu saja. Tampillah seorang dari kaum Nabi Musa yang bernama Samiri. Ia bukanlah seorang bani Israil. Namun ia mampu mempengaruhi mereka dengan cerita rekaan nafsunya. Samiri mengajak bani Israil menyembah sebuah berhala emas yang berbentuk sapi. Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 51).

Saat bani Israil lari dari Firaun, sebagian dari mereka mencuri emas dari negeri Mesir. Lalu setelah melintasi laut, Musa memerintahkan agar membuang emas tersebut, karena harta itu tidak halal untuk mereka. Allah ﷻ mengabadikannya dalam firman-Nya,

قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَٰلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ

Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”. (QS:Thaahaa | Ayat: 87).

Samiri mengumpulkan emas-emas tersebut dan menjadikannya patung sapi. Sebuah patung yang apabila udara masuk lewat bagian belakangnya, maka akan keluar suara dari mulut patung sapi tersebut. Bani Israil pun takjub dengan benda tersebut.

Samiri berkata keapda mereka, “Ini adalah Tuhannya Musa. Tuhan yang dia pergi untuk bertemu dengannya.” (al-Khomis, 2010: 385). Allah ﷻ berfirman,

فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَٰذَا إِلَٰهُكُمْ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ

“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”.” (QS:Thaahaa | Ayat: 88).

Alangkah cepatnya mereka tergelincir. Padahal mererka telah menyaksikan kekuasaan Allah dengan indera mereka. Mata mereka melihat kejadiannya. Telinga-telinga mendengar gemuruhnya. Kulit-kulit mereka merasakan suasananya. Namun pengingkaran pun tetap terjadi. Demikian pula umat ini, umat yang telah diutus sebaik-baik utusan, Muhammad ﷺ. Umat yang telah diterangkan kepada mereka Alquran. Mata dan telinga umat ini telah mendengar apa yang terjadi pada umat terdahulu. Pula akan tergelincir jika mereka lalai dari ketaatan. Nabi ﷺ bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا

“Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir…” (HR. Muslim no. 118).

Sekembalinya Musa dari menerima wahyu, ia melihat kejadian yang sangat buruk itu. Ia sangat marah. Tanpa sadar, ia lemparkan wahyu yang baru saja ia terima. Wahyu yang berisi kalamullah.

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150)

Lalu ia temui saudaranya Harun yang telah ia amanati untuk menjaga kaumnya.

وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ۚ

“…dan (Musa) memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menjambaknya ke arahnya…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150).

Bani Israil tidak berani melakukan perbuatan buruk ini tatkala Musa ‘alaihissalam berada di tengah-tengah mereka. Mereka sangat takut kepada Musa. Karena Musa adalah seorang yang keras dan tegas terhadap mereka. Adapun Harun, ia adalah seorang yang lemah lembut. Sehingga ketika Harun ‘alaihissalam sendirian, mereka berani melakukan intimidasi terhadapnya.

قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“…Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim.” (QS:Al-A’raf | Ayat: 150).

Kedatangan Nabi Musa, apalagi dalam keadaan marah, membuat Bani Israil berhenti dari perbuatan mereka. Meskipun kesyirikan ini sangat banyak, namun mereka tidak berani berhadapan dengan Nabi Musa yang seorang diri. Musa adalah seorang laki-laki berwibawa lagi tegas. Kemudian bani Israil mengadu bahwa Samirilah biang keroknya.

Musa menemui Samiri dan bertanya kepadanya perihal kejadian ini.

قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي

Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku”. (QS:Thaahaa | Ayat: 96).

Rasul itu adalah Jibril. Samiri melihat Jibril menunggang kudanya, sesasat setelah bani Israil keluar dari laut yang terbelah itu. Saat Firaun dan tentaranya meregang nyawa ditelan gelombang (as-Sa’di, 2003: 484).

Tahulah Musa apa yang sebenarnya terjadi. Dan suara yang keluar dari patung lembu itu karena bekas yang ditingglkan oleh kuda Jibril (al-Khomis, 2010: 387). Kemudian Nabi Musa membakar berhala tersebut. Patung sapi itu pun musnah.

Bani Israil Diperintahkan Bertaubat

Mereka berkata, “Kami bertaubat wahai Musa”. Nabi Musa menjawab, “bunuhlah diri kalian (QS:Al-Baqarah | Ayat: 54)”. Atas perintah Allah, datanglah gelap dan sirnalah cahaya. Lalu mereka yang bertaubat tadi pun saling berperang (saling bunuh). Ada yang menyebutkan hingga 70.000 dari mereka tewas terbunuh. Inilah taubat di sisi Allah untuk mereka. Untuk dosa keji yang mereka perbuat setelah anugerah kemenangan atas Firaun.

Patut kita bersyukur kepada Allah ﷻ. Karena kita mendapat perlakuan istimewa. Umat terdahulu segera mendapat adzab tatkala mereka kufur. Berbeda dengan umat Nabi Muhammad ﷺ, Allah ﷻ tunda adzab kepada umat akhir zaman ini. Ada tangguh waktu untuk bertaubat. Jika mereka bertaubat, dosa mereka akan dihapuskan. Dan bagi mereka pahala di akhirat.

Kemudian kegelapan itu sirna. Bani Israil berkata, “Wahai Musa, apakah Allah sudah menerima taubat kami?” Musa menjawab, “Allah telah menerima taubat kalian. Namun aku akan memilih beberapa orang di antara kalian”.

وَاخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا ۖ

“Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan…” (QS:Al-A’raf | Ayat: 155).

Musa pun mengajak pergi 70 orang terbaik dari bani Israil ini. Musa berkata kepada mereka, “Tunggulah, aku hendak bermunajat kepada Rabbku”. Mereka menanggapi, “Apakah kami juga mendengar ucapan Rabbmu? Kami harus turut mendengarnya”.

Musa berkata, “Marilah ikut bersamaku”. Lihatlah betapa sayangnya Musa kepada mereka dan betapa lancangnya mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.

Musa bermunajat kepada Allah dan Allah pun berdialog denganya. 70 orang itu mendengar kalam Allah. Kemudian dengan tanpa adab, mereka kembali angkat bicara, “Wahai Musa, siapa itu yang berbicara dengan-Mu?” Musa menjawab, “Dialah Rabbku”. Lalu mereka menjawab,

يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً

“Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan senyatanya…” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 55).

Perhatikanlah! Inilah keadaan orang-orang terbaik dari kaum Nabi Musa. Betapa buruknya perangai mereka. Bagaimana lagi orang-orang yang dibawah mereka kedudukannya. Tentu jauh lebih buruk dan kasar. Namun demikian, betapa sayang dan sabarnya, salah saru rasul yang digelari ulul azmi ini menghadapi mereka. Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 55).

70 orang terbaik dari bani Israil ini pun binasa.

Kejadian ini kembali memperlihatkan akhlak mulia Nabi Musa ‘alaihissalam. Betapa kasihnya ia terhadap umatnya. Musa berkata, “Wahai Rabbku, apa yang hendak kukatakan kepada bani Israil ketika aku pulang dan berjumpa mereka? Apakah harus kukatakan, ‘Allah telah membinasakan 70 orang itu’? Ya Allah hidupkanlah kembali mereka dan terimalah taubat mereka”.

Nabi Musa tidak ingin keadaan ini semakin membuat umatnya jauh menyimpang. Dan Allah ﷻ Maha Pengampun, Dia memaafkan orang-orang yang Dia berikan kenikmatan berturut-turut, namun tetap ingkar seingkar-ingkarnya kepada-Nya. Kemudian Allah menghidupkan kembali mereka untuk yang kedua kalinya.

ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 56).

Inilah kelompok pertama, yang mati kemudian hidup kembali. Mereka mengalami dua kali kehidupan di dunia.



Bani Israil dan Sapi Betina
Peristiwa manusia hidup kembali berikutnya adalah kisah bani Israil bersama sapi betina. Bermula ketika bani Israil mendapati seseorang yang tewas terbunuh. Namun tidak diketahui siapa pembunuhnya. Serta merta mereka melimpahkan perbuatan tersebut kepada salah seorang di antara mereka. Jadilah ia tersangka utama.

Mencari Sapi

Lalu salah seorang di antara mereka berucap, di tengah-tengah kita ada Musa. Pergilah kepadanya, karena dia seorang nabi dan pasti ia mengetahui. Mereka pun mendatangi Musa dan bertanya tentang siapakah pembunuh misterius itu.

Meskipun seorang nabi dan rasul, Musa tidak mengetahui perkara gaib. Yang mengetahui perkara gaib hanyalah Allah. Kemudian dengan hikmah-Nya, Allah ﷻ tidak begitu saja memberitahukan mereka siapakah sang pembunuh. Dia ﷻ menguji bani Israil dengan sebuah perintah. Apakah saat sedang butuh mereka akan mendekatkan diri kepada Allah dan menaati-Nya, atau malah sebaliknya. Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً ۖ قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا ۖ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 67).

Pandangan bani Israil sebagaimana orang-orang pemuja akal saat ini. Semua harus sesuai dengan logika. Padahal kemampuan logika amatlah sempit. Menurut bani Israil, kami minta diberi tahu siapakah si pembunuh? Koq malah disuruh menyembelih sapi betina. Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan wahai Musa?, kata mereka.

Bisa pula perintah ini dimaksudkan untuk menghilangkan kerancuan yang ada pada benak mereka. Karena sebelumnya mereka menyembah sapi. Maka Allah perintahkan menyembelih sapi.

Dari sini kita dapat memetik pelajaran, tujuan utama dari syariat adalah untuk ditaati, bukan dinalarkan terlebih dahulu. Wanita muslimah diperintahkan berjilbab untuk menghindari gangguan. Pemuja logika berkata, kalau dia wanita yang tidak menarik sehingga tidak ada yang berminat menggodanya berarti boleh melepas jilbab? Jawabnya tidak, karena tujuan utama dari mengenakan jilbab adalah menaati Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga dengan syariat yang lain.

Mulailah bani Israil bertanya tentang sapi betina itu.

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَٰلِكَ ۖ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ

Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 68).

Setelah sebelumnya membantah, akhirnya mereka menerima. Sifat ini tentu sangat berbeda dengan sifat sahabat-sahabat Nabi ﷺ. Mereka tidak pernah mempertanyakan perintah Rasulullah ﷺ, apalagi membantahnya.

Bani Israil mulai mempertanyakan sapi seperti apa yang dikehendaki Allah. Mereka membebani diri mereka, padahal Allah hanya memerintahkan cukup sapi saja. Lalu disebutlah… sapi itu yang biasa saja; tidak terlalu tua, tidak juga terlalu muda. Yang biasa saja.

Sapi yang bisa menghidupkan orang mati tentunya bukanlah sapi biasa. Tentu ada spesifikasi yang lebih utama lagi tentangnya. Mereka pun bertanya tentang warna sapi itu.

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ

Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 69).

Setelah warnanya terjawab, mereka pun belum merasa cukup. Mereka terus berlebihan tentang persyaratan yang awalnya sangat sederhana itu. Tambahkan lagi persyaratannya, karena belum cukup istimewa.

قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ

Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 70).

Musa menjawab,

قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ

Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”. Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 71).

Barulah syarat itu cukup bagi mereka. Mereka pun berangkat mencarinya.

Seandainya sejak awal mereka menyembelih sapi betina, sapi betina jenis apa saja, maka mereka telah memenuhi perintah Allah. Namun mereka menyusahkan diri mereka sendiri. Mereka bertanya sapi betina seperti apa? Dijawab sapi betina yang tidak tua dan tidak muda. Mereka mempertanyakan warnanya. Dijawab sapi betina yang kuning. Yang kuning tua. Tidak hanya sekadar kuning tua, tapi juga menyenangkan orang-orang yang memandangnya. Lalu mereka minta syarat yang lain. Dijawab sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak pula ada belangnya.

Mereka pun kesulitan mencari sapi istimewa itu. Sapi yang bisa menghidupkan kembali orang yang telah mati. Walaupun akhirnya mendapatkannya.

فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ

“Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 71).

Inilah sifat buruk bani Israil yang diperingatkan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).

Allah ﷻ juga melarang kita banyak bertanya tentang sesuatu yang sudah cukup dalam syariat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu…” (QS:Al-Maidah | Ayat: 101).

Bani Israil mempersulit diri mereka sendiri, Allah pun membuat mereka merasakan kesulitan. Sang penjual sapi meminta harga sapi dibayar dengan sejumlah emas yang banyak. Mereka kumpulkan emas-emas mereka, lalu membayarnya. Setelah itu mereka berikan sapi itu kepada Musa, dan Musa menyembelihnya.

Nabi Musa ‘alaihissalam mengambil salah satu bagian tubuh sapi tersebut –tidak dijelaskan bagian yang mana-. Ada yang menyebutkan adz-dzira’ yaitu betis sapi hingga bagia atas tapak kaki. Ada pula yang menyatakan paha sapi itu. Musa pukulkan bagian tubuh sapi tersebut kepada mayat, dengan kuasa Allah ﷻ mayat tersebut hidup kembali.

وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا ۖ وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ. فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 72-73).

Musa berkata, “Sekarang dia sendiri yang akan memberi tahu kepada kalian siapa yang telah membunuhnya”. Lalu orang yang hidup kembali itu menyebutkan siapa pembunuhnya. Setelah itu, ia kembali diwafatkan (al-Khomis, 2010: 391).

Penutup

Allah ﷻ berkuasa atas segala sesuatu. Dia mampu meng-adakan manusia, sebelumnya sama sekali tidak ada. Dia mampu menghidupkan manusia yang telah mati, sehingga manusia itu mengalami dua kali kehidupan di dunia. Dan Dia ﷻ pula mampu membangkitkan manusia kelak di hari kiamat. Rugi dan menyesallah orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan. Alangkah kecewa orang-orang yang meyakini kebangkitan, namun tidak beramal mempersiapkannya.



Puluhan Ribu bani Israil Hidup Kembali

Kisah yang ketiga adalah sebuah kisah yang penuh pelajaran. Menyadarkan kita bahwa seseorang tidak akan luput dari ketetapan takdir Allah ﷻ bagaimanapun kuat usahanya. Allah ﷻ memerintahkan manusia untuk berusaha, namun hasilnya tetap di tangan-Nya. Keadaan ini membuat diri rendah hati dan tidak tinggi. Hati akan selalu bergantung kepada-Nya ash-Shamad.

Allah ﷻ berfirman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu”, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 243).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa kisah ini terjadi di masa bani Israil. Tentang eksodus penduduk Desa Dawirdan (Arab: داوردان), ada yang menyebut Desa Adzriat (Arab: أذرعات), yang lari dari wabah penyakit Tha’un yang melanda negeri mereka. Jumlah mereka sangat besar; 4000 atau 8000 orang. Bahkan ada yang mentaksirnya 30.000 atau 40.000 orang.

Mereka lari untuk menghindari wabah Tha’un yang mematikan. Mencari tempat yang aman untuk melipat-gandakan usia. Akhirnya tibalah mereka di suatu dataran rendah yang bersih dari wabah. Lahan baru itu pun menjadi padat dengan kedatangan mereka.

Lalu Allah ﷻ mengutus dua malaikat. Satu berada di atas lembah tempat mereka tinggal. Satu lagi di bagian bawah. Lalu kedua malaikat itu berteriak sekali pekikan. Hingga wafatlah semua pengungsi ini.

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu”

Beberapa masa telah berlalu. Tubuh ribuan manusia terkubur itu telah menjadi tengkorak dan tulang-belulang. Allah jadikan satu rangkaian tulang dari satu tubuh tercerai-berai. Bagian atas tertanam di suatu tempat, sementara bagian yang lainnya berada jauh di tempat yang lain. Demikianlah keadaannya. Bahkan manusia pun sulit mengumpulkan dan merangkai kembali rangka mereka. Lalu lewatlah salah seorang nabi dari nabi-nabi Allah. Ia memohon kepada Allah ﷻ agar menghidupkan mereka kembali. Allah pun mengabulkan doanya.

Atas perintah Allah, tulang-belulang yang tercerai-berai itu kembali pada anggota yang lainnya. Berkumpul, kembali menempati posisinya hingga terbentuklah rangka manusia. Allah ﷻ perintahkan tulang-tulang itu terbungkus dengan daging, urat-urat, dan kulit. Imam Ibnu Katsir menukilkan riwayat dari salah seorang salaf bahwa nabi itu menyaksikan kejadian menakjubkan itu. Kemudian Allah ﷻ perintahkan pula ruh-ruh mereka kembali ke jasad-jasadnya. Mereka pun hidup kembali. Orang-orang itu merasa bahwa mereka telah dibangunkan dari tidur yang amat panjang. Kemudian mereka berucap, “Maha Suci Engkau (ya Allah ya Rabb kami dan segala puji bagi-Mu), tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali diri-Mu”.

Inilah makna ayat:

“kemudian Allah menghidupkan mereka.”

Terdapat sebuah atsar shahih diriwayatkan Imam Ahmad dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma: Suatu ketika Umar bin al-Khattab keluar bersafar menuju Syam. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Abu Ubaidah ibnul Jarah dan sahabat-sahabatnya yang memberitakan bahwa Syam sedang terserang wabah penyakit.

Kemudian Abdurrahman bin Auf berkata, “Sungguh aku punya pengetahuan tentang masalah ini”. Abdurrahman punya solusi, langkah apa yang harus diambil Umar. Apakah melanjutkan perjalanan ke Syam atau kembali ke Madinah. Kata Abdurrahman bin Auf, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

“Apbila suatu wabah penyakit berada di tempat kalian, janganlah kalian lari dari wabah itu. Dan jika kalian mendengar suatu daerah terserang wabah penyakit, jangalah kalian memasukinya.” (HR. Ahmad).

Umar pun memuji Allah, kemudian kembali ke Kota Madinah.

Dalam riwayat lain, Abdurrahman memberi tahu Umar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

“Wabah penyakit pernah mengadzab kaum sebelum kalian. Apabila kalian mendengar suatu tempat terserang wabah jangan kalian masuki tempat itu. Namun jika tempat kalian yang terwabahi, janganlah kalian lari darinya.” Umar pun kembali menuju Madinah. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Pelajaran:

Pertama: Kisah yang termaktub dalam ayat ini mengajarkan kita bahwa tidak ada tempat bergantung kecuali hanya kepada Allah. Tidak ada yang bisa lepas dan membebaskan diri dari takdir-Nya. Orang-orang lari dari kampung mereka, menghindari wabah, agar panjang usia. Namun siapa sangka, jalan yang mereka tempuh malah mendekatkan diri mereka kepada kematian.

Kedua: Terkadang usaha itu tidak mesti berbuah hasil. Jika demikian mengapa harus menempuh usaha yang haram. Seseorang korupsi ingin menumpuk harta menjadi kaya. Bisa jadi ia kaya, tidak sedikit pula yang masuk penjara. Seorang pemuda menempuh pacaran untuk memperistri gadis idaman. Bisa jadi ia dapatkan, bisa jadi ia ditinggalkan. Demikian juga sekelompok besar orang dari bani Israil ini. Mereka lari dari kematian. Bisa jadi mereka selamat dan bisa jadi mereka wafat. Namun Allah ﷻ tetapkan mereka wafat sebagai pelajaran untuk mereka dan kita semua. Karena itu Allah ﷻ berfirman,

“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”

Ketiga: Sebagaimana Allah mampu menghidupkan manusia untuk kali kedua di dunia, ruh dan jasad mereka, demikian pula di hari kebangkitan kelak. Allah ﷻ mampu atas segala sesuatu.

Keempat: Oleh karena itu, tidak boleh seseorang lari dari jihad karena takut mati. Sebagaimana lari dari wabah mematikan belum tentu menyelamatkan. Demikian juga mendatangi sesuatu yang mengancam nyawa belum tentu mendatangkan kematian. Karena itu di ayat selanjutnya Allah berfirman,

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 244).

Kelima: Kisah ini juga mengajarkan bahwa mengeluarkan harta di jalan Allah tidaklah berujung dengan kemiskinan atau kekurangan. Di ayat berikutnya Allah ﷻ berfirman,

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 245).

Mudah-mudahan kisah ini semakin memikat hati kita untuk mengkaji ayat-ayat Alquran. Membuatnya cinta dan nikmat membacanya.



Kota Mati Makmur Kembali


Kisah berikutnya adalah tentang kota yang mati yang hidup kembali. Kota yang porak-poranda; dinding-dinding bangunanya runtuh menghujam tanah, atap-atapnya tersungkur ditutupi dinding penyanggah, penduduknya punah, binasa tak ada kehidupan di sana, khayal manusia tak mampu menerka, tak mungkin kota mati itu bisa hidup kembali. Namun Allah ﷻ, Dialah yang ketika berkehendak cukup memfirmankan jadilah!, maka keadaan pun berubah.

Allah ﷻ kisahkan keajaiban penciptaan-Nya dalam ayat berikut ini:

أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْيِي هَٰذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَانْظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ ۖ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 259).

Para ulama mengutarakan banyak pendapat tentang tokoh utama dalam ayat ini. Ada yang menyebut ia adalah Uzair. Ada pula yang menyatakan Khidir atau Khadir. Yang lain mengakatan Hazkil bin Bura (Arab: حزقيل بن بورا) salah seorang nabi bani Israil. Dan Mujahid berpendapat bahwa kisah ini tentang, “Seorang laki-laki dari bani Israil”.

Masyhur disebutkan bahwa kota mati itu adalah Baitul Maqdis. Ketika orang tersebut melihat betapa parah kerusakan Baitul Maqdis. Atap yang telah mengendap, berbalik di bawah dinding. Kehidupan yang sirna. Hingga tidak terbesit di benaknya bagaimana kota itu bisa pulih. Ia berkata,

“Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?”

Kemudian Allah ﷻ mewafatkannya dan menghidupkannya kembali 100 tahun kemudian.

“Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.”

Bagian tubuh pertama yang Allah hidupkan dari orang tersebut adalah matanya, agar ia melihat bagaimana Allah ﷻ mampu menghidupkan kembali tubuhnya yang telah hancur. Tubuh yang telah binasa sebagaimana binasanya kota Baitul Maqdis. Kemudian melalui malaikat-Nya, Allah bertanya kepadanya,

“Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?”

Allah wafatkan ia di pagi hari, kemudian 100 tahun berikutnya, Dia bangkitkan di saat sore. Matanya melihat warna kuning mentari pagi telah berubah menjadi jingganya sore hari. Ia pun menjawab,

“Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.”

Selain masih merasakan sinar matahari, ia juga melihat bekalnya masih sempurna. Buah Tin belum berkerut dan menjadi kecut. Anggur belum berjamur dan busuk. Dan sari buahnya belum hilang dan menguap. Namun Allah ﷻ katakan,

“Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang).”

Lihatlah keledaimu yang telah berubah menjadi tulang, akan kami hidupkan kembali di hadapanmu. Dan kamu sendiri Kami jadikan bukti bagi manusia tentang benarnya hari kebangkitan kelak. Hari kebangkitan yang didustakan karena kata mereka kemustahilan. Sebagaimana sangkaanmu bagaimana bisa kota yang sangat porak-poranda bisa segera utuh kembali.

“Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.”

70 tahun setelah kematiannya (sebelum ia dibangkitkan), orang-orang berdatangan ke Baitul Maqdis. Mereka tinggal di sana dan meramaikannya dengan berbagai aktivitas. Bangunan-bangunan kembali utuh. Penghuninya kembali hadir. Terdengar kembali suara manusia di pasar dan kota. Ia menyaksikan semua yang sebelumnya tidak ia bayangkan. Ia merasakan sesuatu yang ia kira tidak mungkin terjadi.

Demikianlah kehidupan setelah kematian kelak. Sekarang manusia mendustakan, nanti mata mereka sendiri menyaksikan. Mereka ingkari jasad akan berbangkit. Maka Allah akan bangkitkan jasad dan ruh bersamaan. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana matahari hanya satu mil. Allah akan beri bukti, dan mereka yang menyaksikan sendiri. Manusia bingung dan bertanya bagaimana bisa tubuh tenggelam oleh keringat di hamparan padang yang luas. Bisa jadi merekalah yang terselam oleh keringat.

Ada surga balasan bagi mereka yang bertakwa. Ada neraka untuk menghukum mereka yang hidup semaunya. Ada kenikmatan yang tidak pernah dilihat. Tidak pernah terdengar. Tidak pula terbayangkan. Dan ada pula siksa yang kejamnya tak terkira. Sakitnya tak terperi. Dan deritanya takkan terbayar oleh penyesalan.

Orang ini berkata,

Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Namun pada hari kebangkitan, tidak lagi kalimat ini diterima. Pelajaran sudah disampaikan. Contoh sudah diberikan. Tinggal kita yang mengambil pelajaran.

Ya Allah ﷻ kami mohon taufik-Mu untuk mengamalkan apa yang Engkau cintai dan ridhai. Menjauhi segala semua yang Engkau larang. Engkaulah yang kuasa atas segala sesuatu.



Nabi Ibrahim dan Burung

Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS:Al-Baqarah | Ayat: 260).

Dialah al-Muhyi, Yang Maha Menghidupkan. Dia kuasa menjadikan padang yang gersang menjadi rimbun. Lihatlah musim kemarau ini. Rerumputan mati. Tanah berdebu, mengering, retak. Lalu turunlah air dari langit, rumput kering itu menjadi segar. Debu-debu sirna kemudian menggumpal dan kembali memadat menjadi tanah. Retak yang terlihat tertambal, hilang dan menjadi subur. Allah ﷻ berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ ۚ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۚ إِنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS:Fushshilat | Ayat: 39).

Jika hal ini Anda anggap lumrah, karena terbiasa menyaksikannya, maka Allah ﷻ telah mengubah keyakinan hati Nabi Ibrahim menjadi haqqul yaqin, keyakinan yang derajatnya lebih tinggi. Bukan hanya hati yang meyakini, bukan juga mata yang hanya menyaksikan, tapi haqqul yaqin adalah tingkat keyakinan seseorang buah dari indera perasanya.

Allah ﷻ menghidupkan empat ekor burung yang sudah disembelih, dicincang, kemudian diletakkan secara acak di puncak gunung-gunung yang berbeda.

Imam Ibnu Katsir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencincang tubuh burung-burung, mengacaknya, dan melatakkannya di puncak bukit, beliau memegang kepala mereka di tangannya. Kemudian Allah ﷻ perintahkan untuk memanggil burung-burung tersebut. Ibrahim ‘alaihissalam memanggil mereka sebagaimana yang Allah ﷻ perintahkan.

Keajaiban terjadi. Hal-hal yang tidak dapat dinalar manusia hanyalah perkara kecil di sisi Allah ﷻ. Allah, Dialah Yang Maha Mengetahui yang telah terjadi, yang sedang terjadi, yang akan terjadi, dan Dia mengetahui sesuatu yang tidak mungkin terjadi bagaimana bila itu terjadi.

Nabi Ibrahim melihat bulu-bulu burung itu berterbangan. Berkumpul saling menyempurnakan. Kucuran darah yang telah tertumpah bertemu kembali ke kadar yang sesuai. Sobekan dan potongan-potongan daging yang telah tersayat kembali menyatu membentuk tubuh. Demikian pula tiap-tiap anggota badan burung itu, mereka kembali ke posisinya semula. Tersambung membentuk tubuh yang utuh.

Setelah organ-organnya mampu menopang tubuh, mereka tegak berdiri, bersegera berjalan menghampiri Ibrahim untuk mencari kepala mereka. Allah ﷻ menjadikan penciptaan mereka lebih dari yang diharapkan Nabi Ibrahim. Agar mata beliau menyaksikan. Dan anggota tubuh lainnya ikut merasakan.

Burung-burung itu datang menjemput kepala mereka di tangan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Apabila yang mereka temui bukan kepala mereka, mereka menolaknya. Apabila mereka dapati bagian yang beliau pegang itu kepala mereka, dengan kuasa Allah ﷻ bagian tubuh itu bersatu. Sungguh Allah ﷻ Maha Kuasa, Perkasa, lagi Bijaksana. Oleh karena itu, Allah ﷻ tutup ayat ini dengan kalam-Nya,

وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dia Maha Perkasa, tidak ada yang mampu mengalahkan-Nya. Dia Maha Perkasa, tidak ada yang mampu mencega kehendak-Nya. Dan Dia Maha Bijaksana dalam firman dan tindakan-Nya.

Penutup

Mudah-mudahan rangkaian lima kisah ini dapat melembutkan hati kita untuk semakin tunduk kepada Allah ﷻ. Dia telah memberikan pengajaran bahwa Dia Maha Kuasa lagi memiliki kemampuan sempurna.

Dia mampu menghidupkan kaum yang telah mati. Menghidupkan kota hingga makmur kembali. Juga menghidupkan burung dengan cara yang luar biasa. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk beramal bersiap menjemput hari berbangkit.


Comments

Visitor

Online

Related Post